Sarana Pendidikan Inklusif Harus Diperluas


IPPMIMMNews.com - Jumlah penyandang disabilitas di Indonesia terus meningkat. Karena itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia merasa perlu meluaskan pendidikan inklusif untuk menampung mereka. Berdasarkan Data Statistik Pendidikan (Januari, 2017), Kemdikbud selama tahun 2016 sudah berhasil menambah jumlah sekolah inklusif hingga total mencapai 31.724 sekolah dengan jumlah siswa mencapai 159.001 anak.

Pendidikan inklusif berbeda dibanding pendidikan khusus bagi anak-anak berkebutuhan khusus seperti Sekolah Luar Biasa. Para penyandang disabilitas itu diikutsertakan ke dalam sekolah umum, sehingga membaur dengan peserta didik pada umumnya. Hanya, pihak sekolah menyediakan fasilitas lebih kepada mereka. Metode pendidikan seperti ini akan menumbuhkan rasa empati bagi anak-anak lain yang kebetulan tidak mengalami disabilitas. Bahwa ternyata ada temannya satu kelas yang berbeda.

Penyelengaraan Pendidikan Inklusif merupakan wujud dari perintah Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 32 ayat (1) yang menegaskan bahwa setiap warga  berhak mendapatkan pendidikan. Sementara ayat (2) juga menyebutkan dengan tegas bahwa setiap anak wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Hal itu dikuatkan lagi dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5 ayat (1) menyebutkan, setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
Pada tahun 2016, terbit lagi UU RI No. 8/2016. Pada Pasal 42 Ayat (1) disebutkan bahwa pemerintah wajib memfasilitasi pembentukan Unit Pelayanan Cacat untuk mendukung pelaksanaan pendidikan dasar dan menengah yang inklusif. Secaa teknis, pelaksanaannya diatur melalui Ayat (2) pasal yang sama. Yaitu menyangkut Fungsi Unit Pelayanan Penyandang Cacat yang meliputi peningkatan kompetensi guru, advokasi kepada siswa, pengembangan program kompensasi, pengembangan materi pelajaran, melakukan identifikasi dini dan intervensi awal, penyediaan data dan informasi tentang disabilitas, layanan konsultasi, dan pengembangan jaringan.
Unuk menjalankan tugasnya dalam hal penyelenggaraan Sekolah Inklusif, Kemdikbud membuat program terpadu yang pelaksanaannya dilakukan bersama-sama kementerian lain. Diantaranya, program Sekolah Ramah Anak yang dilaksanakan bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Program Kesehatan Sekolah  bersama Kementerian Kesehatan, dan Subsidi untuk Keluarga Miskin bersama Kementerian Sosial.

Namun pada pelaksanaannya, Kemdikbud masih menghadapi sejumlah tantangan. Diantaranya, keterbatasan sekolah reguler yang mau menerapkan sekolah inklusif. Di samping itu, masih ada penolakan dari orang tua anak cacat. Sementara program pendidikan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota juga kurang mendukung pelaksanaan Sekolah Inklusif. Di sisi lain, pengumpulan data anak di sekolah reguler juga belum optimal. Satu lagi tantangannya, ketersediaan guru khusus di sekolah reguler masih terbatas.

Untuk itu, ke depan perlu dilakukan pelatihan kepada pelatih pendidikan inklusif. Mereka inilah yang nantinya akan mengajarkan kepada asisten guru yang mendampingi anak berkebutuhan khusus. Karena itu harus disediakan modul bagi pelatihan guru dalam pendidikan inklusi. Rumusan standar pelayanan minimum pendidikan inklusif juga harus dibuat.
Di tingkat internasional, perlu adanya forum kerjasama Asean mengenai pendidikan inklusif. Langkah politik itu dirasakan perlu guna lebih meneguhkan pelaksanaan pendidikan inklusif bagi rakyat Indonesia yang memerlukan. (*)

Sumber : Tempo. co

0 Response to "Sarana Pendidikan Inklusif Harus Diperluas"

Posting Komentar