BANDAR UDARA TAMPA PADANG

Oleh : ILHAM MUIN
(Mantan Presiden DPP IPPMIMM Makassar)
OPINI - Belok ke Bandara pak ya!

Sahutan itu saya teriakkan ke sopir Bus yang saya tumpangi. Menempuh rute Majene-Makassar. Bus langsung berbelok. Di area Bandara, kami disambut sebuah patung besar nan megah. Patung Sultan Hasanuddin.

Bandar Udara Makassar memang memiliki nama Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin. Sebuah bentuk penghargaan kepada seorang pemimpin kerajaan Gowa-Makassar yang melegenda dan sangat disegani penjajah Belanda. Sultan Hasanuddin memerintah di antara tahun 1653-1669. Karena keberaniaannya, oleh penjajah kolonial, ia di juluki Ayam Jantan dari Timur.

Sambil menunggu keberangkatan pesawat, saya sejenak menjelajah gadget sembari memantau media sosial facebook milikku. Saya terhenti membaca pada sebuah berita yang di share seorang teman. Komentarnya ramai dan mendapatkan banyak simbol suka. Perdebatannya pun seru. Menuai banyak pro dan kontra.

Materi debatnya seputar Bandara Tampa Padang. Bandara satu-satunya yang dimiliki Sulawesi Barat yang dalam satu dasawarsa terakhir mendapat banyak pembenahan dari pemerintah pemprov Sulbar. Sekedar untuk diketahui, Bandara ini terletak di Kecamatan Kalukku, Kabupaten Mamuju. Jaraknya kurang lebih 27 km dari Ibukota Provinsi.

Bandara Tampa Padang ramai diperbincangkan pasca ABM, Gubernur terpilih Sulbar yang memenangkan perhelatan pilkada Sulbar 2017, melempar wacana mengganti nama Bandara Tampa Padang. Wacana itu diungkap ke publik pada malam ramah tamah yang digelar sebagai syukuran atas dilantiknya pasangan ABM-Enny menjadi Gubernur Sulbar 2017-2021.

Tak sampai tuntas memeloti perdebatan seru di FB tersebut, gadget segera saya off-kan. Saya harus segera berangkat. Tujuannya ke Denpasar Bali.

Kurang lebih satu jam mengudara, pesawat Garuda yang saya tumpangi mendarat di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali. Bandara Bali ini juga dinamakan sesuai dengan nama pahlawan asal Pulau Dewata. I Gusti Ngurah Rai.

Kolonel Inf. Anumerta I Gusti Ngurah Rai adalah pahlawan nasional asal Bali yang memimpin perang puputan -perang habis-habisan- melawan penjajah Belanda di daerah Tabanan Bali pada tanggal 20 November 1946. Perang yang menewaskan I Gusti Ngurah Rai bersama 1371 orang pasukannya ini terkenal sebagai Perang Puputan Margarana.

Untuk mengabadikannya, banyak tempat di Bali yang dinamakan sesuai dengan namanya. Selain Bandara, salah satu jalan protokol juga mengabadikan nama I Gusti Ngurah Rai. Bahkan gambar dan namanya juga desematkan di pecahan uang kertas Rp 50.000.

Menamakan Bandara yang merujuk pada nama pahlawan suatu daerah bukanlah barang baru di negeri ini. Hampir semua bandara di Indonesia menggunakan nama pahlawan. Mari kita tengok beberapa diantaranya.

Di Surabaya, Bandaranya di namakan Bandar Udara Internasional Juanda. Juanda adalah pahlawan kelahiran Tasikmalaya yang menjabat sebagai Perdana Menteri ke 10 Indonesia. Ia memimpin kabinet dari tahun 1957-1959.

Bandara Internasional Pattimura adalah nama Bandar Udara Ambon Maluku. Pattimura adalah Pahlawan Nasional yang memimpin perang melawan Belanda di tanah penghasil utama rempah-rempah tersebut.

Bandara Sam Ratulangi Manado, Sulawesi utara. Nama lengkapnya Dr. Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi. Ia adalah Pahlawan Nasional yang banyak menghabiskan usianya di tanah kelahirannya. Sebagai Gubernur pertama Sulawesi utara.

Bandara Hang Nadim Batam. Hang Nadim adalah panglima perang kerajaan Melayu yang gigih melawan penjajah Portugis di abad ke 16. Di bawah kepemimpinannya, berkali-kali pasukan kerajaan Melayu berperang melawan Portugis.

Bandar Udara Djalaluddin Gorontalo. Kolonel Penerbang Djalaluddin Tantu adalah pejuang asal Gorontalo. Ia tergabung dalam operasi Dwikora di Malaysia pada tahun 1964. Ia tewas di medan perang bersama pesawat Hercules yang dikendarainya. Operasi Dwikora lebih terkenal sebagai Operasi Ganyang Malaysia. Simbol penolakan Indonesia atas pembentukan Federasi Malaysia bentukan Inggris.

Jika menilik penamaan beberapa Bandara di atas, wacana penggantian nama Bandara Tampa Padang dengan nama pahlawan asal Sulbar menjadi wajar. Referensinya jelas dan rasional.

Untuk nama pahlawan, Sulbar tak kekurangan tokoh. Tinggal kita pilih.

Ada nama Baharuddin Lopa. Siapa yang tak kenal tokoh ini. Seantero Republik memberinya gelar "Pendekar Hukum". Sebuah bentuk penghormatan atas keteguhannya menegakkan hukum tanpa pandang bulu.

Ada juga nama Ahmad Kirang. Prajurit Kopasandha yang tergabung dalam operasi pembebebasan pesawat Garuda yang di bajak Komando Jihad di Thailand pada tahun 1981. Ahmad Kirang gugur dalam operasi yang terkenal sebagai operasi Woyla tersebut.

Pun ada nama Andi Depu. Tokoh pejuang Sulbar yang gagah berani melawan todongan senjata Belanda demi mempertahankan kibaran sang saka merah putih.

Atau I Calo Ammana Wewang. Panglima perang yang sempat diasingkan Belanda selama puluhan tahun di Belitung. Ia tertangkap dalam perang melawan Belanda di Benteng Adolang Majene.

Tapi satu yang perlu kita ingat. Penyematan nama pahlawan menjadi nama sebuah Bandara bukanlah semata untuk penghormatan. Bandar Udara memiliki nilai strategis untuk kepentingan promosi sebuah daerah, terutama bagi daerah yang baru beranjak bangkit seperti Sulbar.

Sebagai pintu gerbang Sulbar, Bandar Udara Tampa Padang wajib memiliki nama yang mempunyai daya ingat dan daya pikat untuk memperkenalkan Sulbar ke dunia luar. Dan untuk kepentingan promosi itu, nama yang dipilih haruslah lebih terkenal dari Sulbar itu sendiri. Jangan justru sebaliknya. Ini penting untuk mengangkat citra Sulbar sehingga bisa lebih dikenal luas.

Sedih rasanya saat kita memperkenalkan diri sebagai orang Sulbar tapi mendapatkan pertanyaan balik, “Sulbar itu dimana”. Bagi orang yang rajin berpetualang, pertanyaan ini akan sangat sering didapatkan.

Dan itu kembali saya buktikan, saat menyusuri jalan protokol Bali hari ini. Pertanyaan serupa kembali saya dapatkan dari seorang sopir taksi, “Sulbar itu dimana bung Ilham”?

Bali, 19 Mei 2017

0 Response to "BANDAR UDARA TAMPA PADANG"

Posting Komentar